Pengarang : Agustina Ardhani Saroso
Penerbit : DIVA Press, Yogyakarta
Cetakan : Pertama, Oktober 2012
Halaman :
384 Halaman
Buku karangan
Agustina Ardhani Saroso yang berjudul “Secuil Roti Manis” merupakan serial buku
yang mampu menggugah setiap jiwa yang sedang dilanda keputusasaan mengahadapi berbagai
halang rintang kehidupan. Sanggup mendidihkan setiap aliran darah yang membeku
akibat badai cobaan, untuk segera bangkit menghadangnya. Buku ini berisi
berbagai kisah inspiratif yang dirangkai dalam 55 bab.
Selain profesinya
sebagai seorang penulis, Agustina Ardhani Saroso juga sebagai seorang trainer. Sehingga
tidak salah jika tulisan-tulisan yang dihasilkannya pundapat memotivasi dan
menginspirasi setiap orang yang membacanya. Ditulis dengan ikhlas dan tulus.setiap
bab yang dihidangkan bak martabak legit siap saji yang dapat menyihir para
pembaca untuk melahap habis bab demi bab.
Kisah kehidupan
manusia memang sumber inspirasi yang seolah tidak pernah kering. Ada begitu
banyak makna, rasa, dan daya dalam cerita-cerita keseharian yang mungkin
terabaikan. Banyak nilai luhur kehidupan yang menanti untuk diserap dalam
setiap kehidupan seorang manusia. Baik buruk itu wajar adanya, karena hidup
bukan melulu penderitaan dan tidak pula selalu kebahagiaan. Kombinasi antara
keduanyalah yang menjadikan hidup ini terasa berwarna dan tidak pernah
membosankan untuk dijalani. (hlm.5)
Kukayuh sepeda tua ini menuju sekolah, tempatku selama ini mengabdikan diri untuk mencerdaskan anak-anak bangsa. Kegiatan sehari-hariku memang mengajar di sebuah madrasah di kawasan pedesaan yang agak terpencil, jauh dari hiruk pikuk ibu kota yang membingungkan. Segala kesumpekan hidup dan kemacetan jalan yang kian parah di Jakarta jugalah yang membuatku semakin memantapkan diri untuk tinggal dan berkarya di dusun sederhana di pelosok Tulung Agung ini. Aku memantapkan diri akan mengabdikan ilmuku di sini. (hlm.132)
Paragraf di atas
merupakan sepenggal gugus kalimat yang mengkisahkan seorang guru yang tidak
menemukan jati dirinya ketika mengajar di sebuah sekolah internasional dengan
gaji yang menjanjikan. Ketika pertama kali mengajar di sekolah tersebut sang
guru merasa sangat senang. Karena bangga dengan diterimanya sebagai guru di salah
satu sekolah elite. Namun, seiring berjalannya waktu sang guru merasa tidak
menemukan jati dirinya sebagai seorang pengajar. Dia tahu bahwa masih banyak sekolah
di pelosok negeri ini yang membutuhkan tenaga pengajar seperti dirinya.
Kemudian sang guru mengambil keputusan mendirikan sekolah gratis di desa
pelosok untuk anak-anak yang tidak mampu demi tujuannya untuk mencerdaskan anak
anak bangsa.